RUU KUHAP Resmi Disahkan, Benarkah Bungkam Kemerdekaan HAM? Ramai Kritik dari Aktivis
--
ASCOMAXX.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (18 November) mengesahkan rancangan undang-undang yang mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), meskipun ditolak oleh masyarakat sipil dan terjadi demonstrasi.
Keputusan ini diambil dalam sidang pleno yang dipimpin oleh Ketua DPR, Puan Maharani.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui menjadi UU?,” kata Puan.
Baca juga: Viral! Anggota DPR Sumarjaya Linggih Nikahi Gadis Muda, Selisih Umurnya jadi Bincangan Netizen
Baca juga: DISKON 50%, Cek Tarif Listrik PLN Terbaru per kWh November-Desember 2025: Langsung Daftar di Sini!
Semua peserta sidang pleno menjawab “ya” dengan suara bulat.
Pengesahan ini terjadi ketika para aktivis demokrasi menilai bahwa beberapa pasal dalam RUU tersebut bermasalah. Mereka khawatir pasal-pasal tersebut akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum.
Alih-alih menjamin penegakan hukum, RUU KUHAP dapat “merampas kebebasan warga negara” karena pasal-pasal yang bermasalah, kata Julius Ibrani, ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
“Namun, dalam hal substantif itu banyak yang tidak bisa diakomodasi oleh KUHAP ini, utamanya perspektif dari masyarakat,” jelas Julius yang disampaikan pada BBC News Indonesia.
Para politisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terlibat dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan telah mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil sejak awal.
“Kami tidak bisa memenuhi semua masukan, tapi ini 99% isinya berasal dari usulan masyarakat sipil,” kata Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, sebelum sidang pleno digelar, Selasa (18/11).
Baca juga: Profil Biodata Helwa Bachmid, Istri Siri Habib Bahar Ungkap Pernikahannya Tak Diakui
